Sabtu, 17 Mei 2008

SEJARAH KEBANGKITAN ISLAM

Islam dalam lintasan sejarah

BAB 9. TAREKAT

Sebagaimana disinggung dalam bab di muka, bahwa kekakuan ilmu usul ortodoks diajarkan dalam madrasah-madrasah hingga batas tertentu dapat dibenarkan oleh perselisihan batin dengan ilmu tasawuf. Dibawah pengaruh pengakuan umum, sejumlah kecenderungan yang senantiasa hidup dalam alam pikir tasawuf berkembang cepat. Dalam waktu yang sama, maka dari suatu ketertiban yang dipercayakan kepada gabungan murid-murid yang kecil dan bebas, Sufi telah meluas hingga menjadi jaringan organisasi-organisasi tersebar di seluruh penjuru dunia Islam, dengan susunan tertib, upacara, dan perguruannya sendiri.

Para Sufi yang terdahulu dalam memburu makrifat telah membina dengan sungguh-sungguh serangkaian "tahap" dengan peraturan ketertiban moril pertapaan mereka menyamai "penyucian jalan" orang Kristen. Contoh yang menjadi ciri rangkaian tadi ialah: tobat, pantangan, penolakan, kemiskinan, kesabaran, iman, kepuasan. Sejak zaman al-Hallaj (lihat halaman 100) beberapa kelompok Sufi yang berpengaruh telah mulai menggabungkan pada ketertiban amal sehari-hari cita-cita yang diambil dari doktrin kebatinan atau doktrin Plutinius. Kecenderungan filsafat itu selama dua abad antara al-Hallaj dan al-Ghazali telah dikukuhkan oleh perembesan "Surat dari saudara-saudara yang suci" merupakan suatu ensiklopedi tentang filsafat alamiah Plutinius Baru yang dipopulerkan, yang berasal dalam kalangan Ismailiyah atau kalangan Syi'ah yang ekstrim. Dibawah pengaruhnya tahap-tahap penyucian yang dahulu dihubungkan dengan suatu tangga yang merupakan derajat-derajat yang naik dari "peresapan" watak manusia, watak malaikat, kekuasaan, kelihaian. Murid baru diterima harus mendaki tingkat-tingkat evolusi jagat hingga ia "kembali menjadi" Allah.

Meskipun cita-cita dan perbendaharaan kata Plutinius Baru menempati tempat penting dalam karya al-Ghazali, semua itu masih dikalahkan dengan bentuk cita-cita menurut Quran yang lama dengan istilah-istilah Islam murni. Satu abad kemudian semua unsur kebatinan yang telah masuk dalam alam pikiran Sufi telah dikerjakan dengan cermat dalam suatu sistem elektik (yang memilih pendapat terbaik dari pelbagai anggapan) oleh pengarang Arab Spanyol Ibn al-Arabi dari Mursia (m. di Damsyik 1240 M.). Mengingat kebanyakan dari karangannya dan pertentangan yang tidak dapat disesuaikan, tidaklah mudah untuk menyatakan dengan pasti cita-citanya. Tidak dapat disangkal bahwa sistemnya sebagai keseluruhan adalah monis dan panteis. Sambil menunjuk pada naskah-naskah dan alim ulama ortodoks, tafsir dan penjelasannya tidak mengindahkan apa yang berlawanan dengan filsafatnya. Tafsir Quran karangannya merupakan satu karya nekad dari tafsir batin.

Dalam pandangan kaum ortodoks, Ibn al-Arabi tidak lebih dari seorang yang tidak beriman, tetapi karangan-karangannya telah menarik perhatian di seluruh dunia Islam bagian Timur, khusus wilayah Persia dan Turki. Tafsiran kebatinan doktrin Islam yang menurut pernyataannya sendiri telah diwahyukan kepadanya sebagai "khatam, penutup wali-wali" merupakan saingan sistem intelektual bagi ilmu. kalam ahli ortodoks. Hal itu merupakan bahaya yang cukup besar, akan tetapi yang lebih berbahaya ialah pengaruhnya atas pemimpin-pemimpin pergerakan Sufi. Perguruan-perguruan mistik merupakan lingkungan murid-murid yang tertutup, dan titik berat dialihkan dari pengawasan akhlak sendiri ke pengetahuan metafisika dengan akibatnya kenaikan kerohanian kearah "manusia sempurna," mikrokosmos Yang Esa dijelmakan kepadanya sendiri. Tidak semua ahli Sufi tertarik pada agama paham pantetis itu, dan sedikit saja paham tersebut merembes kedalam badan besar muslimin yang bertakwa menganut tarekat-tarekat besar; tetapi pintu telah dibukakan bagi penyimpangan-penyimpangan yang kemudian harus disahkan oleh pergerakan Sufi.

Salah satu sifat yang menjadi ciri pernyataan kesusasteraan ahli Sufi kemudian ialah penggunaan (menurut contoh Ibn al-Arabi) bahasa asmara dan kegairahan duniawi untuk menyatakan jamaah yang menggairahkan dengan cinta Ilahi. Bahasa yang dipakai acapkali berbentuk realistis kemanusiaan, hingga sarjana-sarjana Islam kadang-kadang menyatakan keraguan --sebagaimana madah-madah penyair Persia Hafiz-- apakah si penyair menggambarkan kesenangan asmara duniawi atau Ilahi.

Perkenalan utama dari Sufi panteis terdapat dalam syair-syair mistik para Sufi Persia yang besar, khusus dari Jabal ad-Din ar-Rumi dan Jami. Berkatalah Jami:

Mata Kekasih melihat apa yang tidak berwujud, menganggap yang tidak berwujud, berwujud,

Walaupun tampak pada-Nya sifat-sifat dan kesaktian-Nya sebagai kesempurnaan tunggal dalam Inti-Nya,

Namun la ingin semuanya tadi dipertunjukkan pada-Nya dalam cermin lain,

Dan bahwa tiap-tiap sifat-Nya yang abadi dijelmakan dalam bentuk bermacam ragam.

Karena itu diciptakan oleh-Nya medan-medan kehijauan waktu dan ruang, dan kebun pemberi kehidupan, dunia,

Sehingga tiap-tiap ranting, daun, dan buah dapat membuktikan kesempurnaan-Nya yang berpanca warna.1

Di tempat lain, ia menggambarkan cita-cita yang sama dalam bahasa yang lebih berfilsafat (dinukilkan dari Ibn al-Arabi)

Zat yang Esa dibahas dengan mutlak … ialah al-Haqq, 'Yang Nyata.' Pada segi lain, dibahas dalam aspek jumlah besar dan keadaan banyak, apabila la mempertunjukkan Diri-Nya dalam perwujudan, la adalah Jagat Semesta yang diciptakan. Karena itu jagat ialah pernyataan lahir yang kelihatan dari al-Haqq, dan al-Haqq ialah pernyataan batin yang tidak tampak dari Jagat. Jagat sebelumnya dibeberkan keluar adalah sama dengan al-Haqq, dan al-Haqq setelah pembeberan tadi adalah sama dengan Jagat.

Perkembangan baru Sufi ditolong oleh kemajuan intelek tersebut. Apabila ada doktrin yang harus dipelajari, harus dalam cara teratur. Al-Ghazali telah menyatakan, bahwa "murid harus mempunyai syekh (dalam bahasa Persia: pir) yang memimpinnya. Barangsiapa tidak mempunyai seorang syekh sebagai penunjuk jalan akan dituntun oleh iblis dalam jalan-jalannya. Oleh karena itu, si murid harus berpegang teguh pada syekh, sebagaimana seorang buta lekat pada pemimpinnya ketika berada di pinggir sungai mempercayakan diri kepadanya, jangan menentangnya sedikit pun dan berjanji mengikutinya dengan mutlak. Si murid harus tahu bahwa keuntungan yang didapat karena kekeliruan syekhnya, apabila ia bersalah; lebih besar keuntungan yang diperoleh dari kebenarannya sendiri, apabila ia benar".

Persatuan-persatuan yang asal mulanya bersifat lemah dan sukarela, waktu Sufi memulai menjadi pergerakan populer, tumbuhlah "persaudaraan" yang teratur dari "orang miskin" atau "pengemis" (bahasa Arab: faqir, Persia: darwisy). Orang-orang saleh dengan kepribadian luar biasa, yang masyhur dengan bakat mukjizat bahkan kesaktian untuk menciptakan sesuatu dikerumuni oleh murid-murid. Untuk menerima murid baru diadakan upacara sederhana atau diambilnya contoh dari upacara penerimaan warga baru persatuan pertukangan Syi'ah atau Qarmati. Pada upacara tersebut si murid harus berjanji akan taat. Kemudian ia hidup dalam hubungan yang rapat dengan syekh atau pirnya, hingga ia mencapai derajat yang lebih tinggi. Setelah itu ia diizinkan keluar untuk mengajar jalan (tariqah) gurunya kepada murid-murid baru di pusat lain.

Dengan demikian, tempat tinggal guru merupakan pusat masyarakat darwisy dan ribat (Persia: changah) didirikan dengan teratur dari sumbangan penganut-penganut dan penyokong-penyokong, hingga para syekh dan murid tidak perlu menjalankan pekerjaan keduniawian, tetapi dapat mencurahkan tenaganya berbakti, beribadat, dan bertafakur. Murid-murid yang telah meninggalkan ribat gurunya acap kali mendirikan ribat ranting. Dengan demikian dari satu pusat tersebar jaringan ribat-ribat meliputi daerah yang luas, "tergabung dengan ikatan kehormatan, ketaatan, dan upacara yang sama terhadap syekh atau pirnya yang asli." Apabila pembangun yang asli meninggal dunia (yang tentu saja dihormati sebagai wali), maka salah seorang muridnya menggantikannya sebagai pemimpin masyarakat. Lembaga tadi menjadi suatu ikatan agama tertentu yang boleh dibandingkan dengan ikatan biarawan Kristen. Penggantinya disebut khalifah atau Wali al-Sajadah "waris sajadah (gurunya)," dalam bahasa Persia: Sajadehnisyin dipilih, atau dalam tarekat-tarekat tidak ada pantangan kawin, pengganti pemimpin adalah turun temurun dalam keluarga pembangun tarekat.

Sejak abad kedua belas dan ketika belasan tarekat-tarekat tersebut mulai meluaskan jaringannya di seluruh dunia Islam. Maksudnya ialah memimpin murid-murid dalam "jalan" atau "rintis" masih terlihat pada namanya tariqah. Tarekat itu adalah beraneka warna dalam tahap organisasinya. Ada tarekat yang dibentuk dalam susunan martabat yang naik dengan ratusan ribu pengikut dan penyokong, ada tarekat yang tetap dalam susunan yang lebih bebas daripada sufi-sufi yang bersahaja. Perbedaan utama terletak dalam upacara mereka dan dhikr. Dalam ciri pendirian keagamaan mereka --apakah mereka kurang atau lebih mentaati ibadat kaum ortodoks-- bersifat sabar atau senang berperang, dan lain sebagainya. Keanggotaan biasanya dua jenis: suatu martabat yang lebih tinggi terdiri dari murid-murid yang ditugaskan bermacam-macam pekerjaan ibadat dalam ribat dan mengumpulkan penghasilan, dan suatu badan besar terdiri dari "anggota awam" yang tergabung pada tarekat dan yang menjalankan pekerjaan keduniawian dalam desa atau kota, yang hanya berkumpul pada kesempatan-kesempatan tertentu untuk berpikir.

Penyelenggaraan tarekat-tarekat tadi merupakan salah satu perkembangan yang amat menarik perhatian dalam sejarah Islam. Tarekat adalah pergerakan populer dalam asasnya, dalam caranya menarik anggota, dan menarik perhatian. Tarekat tadi ialah pergerakan populer pertama-tama karena pergerakan Sufi jemu akan doktrin kaku, ahli kalam, dan memudahkan jalan bagi orang yang ingin masuk Islam (karena pendapat umum bahwa "kesederhanaan" Islam dengan sendirinya merupakan daya penarik yang agak dilebih-lebihkan). Dalam pada itu, tambah lemahnya keyakinan tadi tentu menyebabkan akibat genting. Sebagaimana Sufi mula-mula telah memasukkan kedalam Islam beberapa unsur ibadat dan iman yang lebih tua di Asia Barat, sekarang tarekat-tarekat menunjukkan kelembutan yang luar biasa, bahkan suatu kesediaan yang membahayakan untuk berkompromi dengan kepercayaan dan kebiasaan agama lama di negeri-negeri lain serta membiarkannya, asal saja pernyataan iman mereka sudah jelas.

Akibatnya ialah perubahan yang tidak sedikit dari aspek umum Islam. Apabila hingga abad kedua belas umat Islam merupakan badan sama jenis agak kecil (kendatipun dengan keserakahannya), kemudian Islam meliputi lebih kurang sepertujuh dari semua penduduk bumi dan telah menjadi suatu badan yang dalam hal kepercayaan dan upacara ibadat menunjukkan perbedaan luas, yang tidak disembunyikan oleh penerimaan umum dari upacara dan pernyataan keyakinan yang tertentu, ataupun oleh usaha yang sama dari alim ulama. Bentuk Islam populer berbeda di hampir semua negara Islam, dan acap kali bertentangan keras dengan sistem kaku para ulama ortodoks. Pada pihak lain, alim ulama terus menerus memberikan unsur yang mempersatukan badan yang besar tadi dengan kesabaran berusaha mengajarkan pokok-pokok dasar agama kepada kelompok-kelompok baru masuk Islam atau yang baru setengah diislamkan.

Ditegaskan lagi bahwa diantara tarekat ada perbedaan menyolok dalam hubungannya dengan kaum ortodoks. Salah satu garis pembelah yang istimewa ialah perbedaan antara tarekat-tarekat di kota-kota --yang didirikan dan dipelihara oleh unsur-unsur penduduk kota yang rapat hubungannya dengan alim ulama dan madrasah-madrasah-- dan tarekat-tarekat pedesaan, yang terutama tersebar di desa-desa yang --karena kurang terbuka bagi pengaruh para ulama-- lebih mudah menyeleweng dari kepercayaan ahli ortodoks yang keras itu. Hubungannya dengan Syi'ah adalah bekas-bekas hubungannya dengan penyelewengan pada permulaannya, bahwa keturunan kerohanian wali-wali Sufi dikembalikan hingga tokoh-tokoh Syi'ah yang pertama-tama (misalnya Salman al-Farisi), kemudian Khalifah Ali ra. dan Nabi Muhammad saw. sendiri. Lebih-lebih karena dalil asasi bahwa tasawuf atau pengertian tentang pengetahuan ilmu gaib dimiliki oleh tarekat diambil langsung dari ilmu rahasia --yang dengan jalan rahasia-- telah diberikan oleh Nabi saw. kepada Ali ra. Pada pihak lain, Syi'ah beritikad sebagai keseluruhan bermusuhan dengan tarekat-tarekat darwisy ini; karena hampir semua tarekat-tarekat terdapat diantara kaum Sunni. Keadaan sebagian besar darwisy Syi'ah yang malang dan merosot merupakan bandingan menyolok dengan kejayaan yang diperoleh alim ulama Sunni dalam mempertahankan derajat dan panji-panji kaum sunah waljamaah.

Jumlah tarekat dalam dunia Islam amat besar. Disini kami hanya dapat menyebut beberapa contoh tarekat dalam beberapa negara dan mencatat beberapa ciri mereka yang khas. Contoh yang terutama dari tarekat "kota" ialah Qadariyah, yang dinamakan menurut Abd al-Qadir al-Jilani (1077-1166). Beliau asal mulanya seorang ahli bahasa dan ahli hukum Hambali. Karena beliau amat digemari sebagai guru di Baghdad, khalayak ramai mendirikan sebuah ribat untuk beliau di luar pintu kota. Tulisannya pada umumnya aliran kuno, dengan kecenderungan mentafsirkan Quran secara mistik. Semangat pemujaan penganutnya kemudian memberikan kepada beliau semua macam mukjizat dan tuntutan bagi tempat yang terutama dalam martabat mistik. Dikatakan bahwa beliau mempunyai empat puluh sembilan anak, diantaranya sebelas putra yang meneruskan karyanya dan dengan murid-murid lain menyebarkan pelajarannya ke lain bagian Asia Barat dan Mesir. Pemimpin tarekat dan pemelihara makamnya di Baghdad masih keturunan langsung Syekh Abd al-Qadir al-Jilani. Pada akhir abad kesembilan belas terdapatlah jumlah besar dari cabang-cabang tarekat ini yang meliputi Maroko hingga Indonesia --yang hanya secara kendur hubungannya dengan lembaga pusat di Baghdad-- yang tiap-tiap tahun tetap menjadi tempat ziarah.

Pada keseluruhannya tarekat Qadariyah merupakan tarekat paling banyak ragam dan progresif, yang tidak jauh pendiriannya dari paham ortodoks; tarekat tersebut unggul dalam kedermawanan, kesalehan, dan kerendahan hati, segan pada kefanatikan dalam bidang agama maupun dalam bidang politik. Tidak besar kemungkinan bahwa pembangunnya menetapkan suatu sistem keras tentang latihan kebaktian. Sebenarnya latihan-latihan itu berbeda dalam masing-masing cabang. Suatu dhikr yang khas ialah seperti berikut, yang harus dibacakan setelah tiap-tiap salat "Kumohon ampun dari Allah Yang Mahakuasa; sekalian pujian bagi Allah; semoga Allah memberkati Sayidina Muhammad, keluarga, dan sahabatnya; tidak ada Tuhan melainkan Allah". Masing-masing kalimat diulangi hingga seratus kali.

Kekenduran hubungan antara cabang-cabang Qadariyah menguntungkan perkembangan ranting-ranting. Beberapa diantara ranting-ranting tadi tumbuh menjadi organisasi yang merdeka. Paling penting di Asia Barat ialah tarekat Rifaiyah yang didirikan oleh anak saudara al-Jilani bernama Ahmad al-Rifa'i (m. 1182 M.), juga di Irak. Tarekat ini terkenal dengan pandangannya yang lebih fanatik dan latihan-latihan mematikan hawa nafsu yang berlebih-lebihan dan latihan-latihan kemukjizatan yang luar biasa, misalnya makan gelas, berjalan di atas api, bermain dengan ular, yang telah dihubungkan dengan pengaruh pemujaan Syaman yang bersahaja selama pendudukan bangsa Mongul di Irak dalam abad ketiga belas.

Pada waktu St. Louis menyerbu Mesir dalam peperangan Salib yang ketujuh seorang murid Rifa'i bangsa Mesir, Ahmad al-Bedawi (m. 1276 M.) telah memainkan peranan penting yaitu menggerakkan penduduk melawan para penyerbu. Tarekat yang didirikannya dinamakan Bedawiyah atau Ahmadiyah merupakan tarekat pedesaan yang paling populer di Mesir. Nama tarekat itu terkenal buruk karena melampaui batas sebagai warisan kebiasaan Mesir purbakala sampai waktu ini menyertai pasar malam di sekitar makam al-Bedawi di Tantah, dalam daerah Delta. Dua tarekat lain yang populer di Mesir Bawah ialah tarekat Bayyumi dan Dasuqi, kedua-duanya cabang tarekat Bedawiyah.

Di Afrika Barat Laut pergerakan Sufi telah berkembang, menurut garis-garis yang khas dengan hubungan politik yang lebih kuat. Dalam tiga abad yang pertama dari Islam, reaksi bangsa Berber terhadap penjajahan Arab memperoleh bentuk menganut penyelewengan kaum Khawarij atau Syi'ah. Jumlah terbesar dari masyarakat tetap mempertahankan kepercayaan animis mereka yang serba bersahaja, khusus pada kesaktian sihir wali-wali mereka. Keluarga kerajaan bumiputera yang pertama yang kepentingannya melampaui kepentingan setempat, kaum Murabitin (abad kesebelas), mendirikan pergerakan keagamaan sepanjang garis-garis ortodoks, tetapi mereka dalam jangka yang tidak lama dikalahkan oleh keluarga kerajaan Berber baru, kaum al-Muwahidin (abad kedua belas). Dengan perantaraan pemimpin kerohanian al-Mahdi Ibn Tumart pergerakan al-Muwahidin mulai berhubungan dengan pergerakan Sufi. Semangat keagamaan yang kuat mendatangkan pengaruh Islam untuk pertama kalinya pada badan utama bangsa Berber.

Wakil-wakilnya dalam pergerakan tadi kebanyakan orang-orang setempat, acap kali buta huruf, yang ingin menarik perhatian kawan senegaranya pada pokok-pokok keadaban dan mistik Sufi Timur dan mengislamkannya. Sebagian besar diantara mereka buat waktu tertentu telah turut pada seorang wali termasyhur di Spanyol atau Mesir, dan setelah kembali ke desanya mulai menyebarkan beberapa rukun yang sederhana tentang kebaktian beragama dan penyerahan. Paling terkenal adalah Abu Madijan (m. pada akhir abad-kedua belas), itikadnya hanya dimuat dalam suatu sajak: "Katakanlah: Allah, dan tinggalkanlah semua yang berupa kebendaan atau bertalian dengan dia, apabila kamu ingin mencapai al-Haqq!"

Empat abad kemudian, pimpinan Sufi menggerakkan perlawanan terhadap tekanan Spanyol dan Portugis di Marokko. Bangsa Berber tetap tinggal kaum animis; dan ketekunan pada kepercayaan dan kebiasaan lama telah memberikan suatu sifat khas pada Islam Berber yaitu yang dinamakan "Maraboutism" pemujaan wali-wali yang masih hidup yang memiliki kesaktian sihir (barakah). Pergerakan Sufi di negara-negara Berber memancarkan dua sorotan. Pada satu pihak, ia memancar ke negara-negara Negro, sepanjang Niger, (dengan latar belakang yang sama tentang animisme) marabout alufah setempat menggantikan "dukun" dari pemujaan Fetis Negro. Pada pihak lain, pergerakan telah mempengaruhi Islam Timur dengan perantaraan dua tokohnya yang luar biasa.

Seorang diantaranya tidak lain Ibn al-Arabi, rasul dari paham mistik panteis. Asalnya penganut dari aliran Zahiri dengan kehidupan sederhana, ia telah diterima dalam kalangan Sufi oleh Jusuf al-Kumi, murid pribadi Abu Madijan. Juga al-Sjadhili (m. 1258 M.) telah belajar di Fez di bawah seorang murid lain dari guru tunggal. Al-Sjadhili akhirnya menetap di Iskandariah, ia dikerumuni oleh sekalangan murid. Ia tidak memiliki ribat dan tidak mempunyai bentuk tertentu bagi upacaranya. Ia melarang penganutnya meninggalkan pekerjaan dan jabatannya untuk hidup tafakur. Sedikit lebih lama dari suatu keturunan murid-muridnya mendirikan tarekat sebagaimana biasa dilakukan, yang meluas di Afrika Utara hingga masuk ke Arabia. Kota Mocha khusus menunjuk al-Sjadhili sebagai wali pelindung dan menghormatinya sebagai orang pertama yang minum kopi.

Tarekat Syadhiliyah umumnya terlampau berlebih-lebihan dalam upacaranya, dan lebih menggairahkan daripada tarekat Qadariyah, tetapi menarik perhatian khusus karena banyak cabang-cabang yang didirikan langsung dan bergandengan dengan tarekat Qadariyah. Diantaranya yang terkenal adalah tarekat Iswiyah dengan upacaranya yang termasyhur memarang dengan pedang dan tarekat Derqawa yang ortodoks dan sederhana di Maroko dan Aljazair Barat.

Propaganda Islam diantara orang Turki dan Mongol, berhubungan rapat dengan paham animis, dalam bentuk paham Syaman dan harus memperhitungkan adat-kebiasaan Turki yang telah berakar. Tarekat Turki yang paling tua, tarekat pedesaan --Yeseviyah misalnya-- karena adat istiadat Turki telah memiliki sifat yang luar biasa yakni para wanita diperkenankan mengambil bagian dalam dikir tanpa kudung.

Diantara orang Turki Dinasti Osman di Anatolia dan Eropa tarekat yang paling khas baginya ialah tarekat pedesaan lain, tarekat Bektasyi. Tarekat itulah yang dikatakan cabang dari tarekat Yeseviyah telah didirikan pada akhir abad kelima belas, yang bersifat sinkretis luar biasa. Pada satu sudut berhubungan dengan Syi'ah kebatinan, dan pada lain sudut bertalian dengan kebanyakan dari kekristenan populer dan ilmu kebatinan. Para Bektasyi lebih-lebih dari tarekat lain menganggap upacara lahir Islam sebagai barang yang tidak penting yang boleh diabaikan. Dalam upacaranya banyaklah kesejalanan yang terang dengan upacara kekristenan. Misalnya, sebagai ganti doa umum dikir, mereka mengadakan semacam jamaah dengan saling membagi anggur, roti, dan keju; mereka juga menunaikan kebiasaan pengikraran dosa terhadap baba mereka. Tarekat Bektasyi tadi memperoleh gengsi yang besar karena bertalian dengan prajurit Turki (Yanizar). Setelah para Yanizar ditundukkan dalam tahun 1826, tarekat tersebut lambat laun merosot dan sekarang hanya terdapat di Albania. Tarekat kota yang utama antara orang Turki Dinasti Osman adalah tarekat Mevleviya (Maulawiyah), yang didirikan oleh penyair mistik Persia yang tersohor Jalal ad-Din ar-Rumi (m. di Konia, 1273). Dikirnya adalah luar biasa karena latihan tarian murid-murid ("darwisy menari") Setelah Republik Turki menjadi pemerintah duniawi, maka tarekat Mevleviya mundur; sekarang hanya terdapat beberapa tekke (takiyah) saja di Halap, dan kota-kota lain di Timur Tengah.

India-lah tempat agama Islam populer menunjukkan beraneka warna tarekat, upacara, dan kepercayaan yang amat membingungkan. Selain penganut tarekat-tarekat umum dan besar (Qadariyah, Naqsyibandiyah, dan lain sebagainya) dan suatu tarekat penting yang tipenya sama dan khas buat India tarekat Cisyti (didirikan oleh Mu'in al-Din Tjisjti dari Sistan, m. di Ajmir dalam tahun 1236), masing-masing beberapa cabangnya, sejumlah besar muslimin India menggabungkan diri dengan tarekat yang tidak teratur. Jenisnya mencakup semua macam cabang-cabang mulai dari ranting-rantinq yang kurang baik namanya dari tarekat-tarekat yang teratur, meliputi beraneka warna tarekat yang merdeka --diantaranya tarekat Qalandari yang berkeliling (para Qalandari dalam Hikayat Seribu satu malam)-- hingga pengemis atau para fakir yang mengembara dan tidak teratur, mengaku terikat dengan sanggar pemujaan salah seorang suci dan lain-lain. Jumlah jenis-jenis kepercayaan, upacara, adat istiadat, dan lain-lain yang bertalian dengan tarekat-tarekat yang tidak teratur itu barang tentu sama banyaknya dengan jumlah tarekat tersebut. Didalam beberapa hal, hubungannya dengan Islam hanya namanya saja. Adat kebiasaan dan kepercayaan Hindu dan Hindu purba (yang juga sedikit banyak mempengaruhi beberapa tarekat yang besar) banyak sedikit menguasai tarekat-tarekat tersebut. Latihan-latihan anggotanya telah menyebabkan --lebih dari barang lain-- istilah darwisy bermakna buruk.

Selain tarekat-tarekat tadi, pengaruh Hindu juga mengambil bagian yang besar dalam kehidupan keagamaan para buta huruf dan orang muslimin pedesaan yang hanya diislamkan setengah di desa-desa yang tidak dapat dihitung jumlahnya masih mempertahankan pemujaan berhala-berhala; dewa-dewa setempat, dan pemujaan setan meninggalkan bekasnya dalam kehormatan yang acapkali ditujukan khusus oleh wanita pada Syekh Saddu, tokoh mitos. Tercatat beberapa peristiwa dalam zaman Mughal tentang sati (seorang janda yang turut dibakar bersama-sama pembakaran jenazah suaminya) antara orang muslimin dan beberapa masyaraka yang masih mempertahankan upacara "api suci." Peraturan kasta telah masuk dalam Islam India. Kedudukan Islam telah digambarkan sebagai berikut oleh salah seorang tokoh Islam dari zaman India Modern, Sir Muhammad Iqbal, (seorang ahli mistik)

"Apakah kesatuan susunan Islam utuh di negeri ini? Petualang-petualang keagamaan mendirikan berjenis-jenis aliran dan tarekat, senantiasa saling bertengkar; dan masih terdapat kasta-kasta dan cabang-cabang kasta sebagai diantara orang Hindu. Sebenarnya kami telah lebih bersifat Hindu daripada orang Hindu sendiri; kami menderita dua macam sistem kasta --sistem kasta keagamaan, keserakahan, dan sistem kasta sosial-- yang telah dapat kami pelajari ataupun peroleh sebagai warisan orang Hindu. Inilah salah satu jalan tenang, di mana bangsa-bangsa yang ditundukkan membalas dendam pada penjajahnya."2

Segala usaha dari tarekat-tarekat yang memiliki asas-asas utama, kecenderungan untuk menjalankan cara-cara yang melebih-lebihi menggunakan ilmu sihir untuk menidurkan sendiri (otohipnose) dan berkompromi dengan kebiasaan animis yang telah menjadi adat tidak hanya membuka jalan bagi penipuan-penipuan, tetapi juga merosotkan ukuran moral sebagian besar masyarakat Islam. Sufi diwakili oleh darwisy yang mengembara sering kali tidak seimbang akalnya. Sufi merupakan suatu rintangan bagi kehidupan sosial dan agama. Demikian kuatnya dorongan yang diberikan, hingga perlawanan alim ulama berkurang sedikit demi sedikit, meskipun sejumlah tokoh yang luar biasa. memberikan prelawanan hebat, misalnya Ibn Taimijah (m. 1328 M.), yang telah mengutuk segala pemujaan orang suci, latihan dan ilmu ketuhanan Sufi akar dan cabangnya.

Di Asia Barat pergerakan Sufi telah mencapai puncaknya dengan pembinaan Kerajaan Dinasti Osman dalam abad keenam belas. Rupanya masing-masing desa dan tiap-tiap persatuan pertukangan dan golongan di dalam kota telah terhubung dengan salah satu tarekat. Bahkan tarekat Melamiyah3 yang menentang hukum, memiliki penganut diantara pegawai-pegawai negeri tingkat tinggi. Satu-satunya jalan bagi alim ulama untuk dapat mempertimbangkan aliran ortodoks dengan paham Sufi adalah mengubah Sufi dari dalam. Turut sertanya mereka menyebabkan kehidupan baru dan perluasan dari tarekat-tarekat yang lebih ortodoks, khusus tarekat Naqsybandiyah, (mula-mula didirikan di Asia Tengah dalam abad keempat belas, dan pada waktu itu dipropagandakan dari India) dan tarekat Anatolia Khalwatiyah, yang dipropagandakan di Mesir dan Siria dalam abad kedelapan belas oleh Syekh Mustafa al-Bakri (m. 1749) .

Penyeduhan ilmu suluk yang segar tadi meninggalkan bekas pada susunan keagamaan dan pendidikan ortodoks. Dalam abad ketujuh belas dan kedelapan belas serangkaian sarjana ternama telah berusaha untuk menyatakan lagi pokok-pokok ilmu ketuhanan Islam dengan suatu jalan yang meninggalkan formalisme dari buku pelajaran ortodoks dan menekankan unsur-unsur kejiwaan dalam pergerakan ini yang belum mendapat perhatian sewajarnya adalah sarjana Siria Abd al-Ghani dari Nablus (1641-1731), sarjana India Ahmad Sarhindi (1563-1624), dan Sjah Wali-Allah dari Delhi (1702-1762).

Diantara orang suci Syi'ah di Persia, biarpun adanya perlawanan kuat, pengaruh cita-cita Sufi tidak dapat dilenyapkan semuanya. Pembentukan resmi keyakinan Syi'ah oleh Pemerintah Safawi yang baru dalam abad keenam belas telah menyokong penerbitan kesusasteraan pelajaran teratur dalam bahasa Persia dan Arab tentang soal-soal keagamaan Syi'ah, yang hasilnya kemudian diikhtisarkan secara sah dalam karangan-karangan Muhammad Baqir Majlisi (m. 1699). Di samping itu, perkembangan sebelumnya dari syair Sufi di Persia dan doktrin-doktrin Ibn al-Arabi terus menerus menarik perhatian, yang tidak dapat dibinasakan oleh pengutukan ulama siapa pun.

Dengan perantaraan tulisan-tulisan ahli suluk Muhammad Sadr ad-Din (Mulla Sadra, m. 1640) mereka mempengaruhi pertumbuhan paham Syi'ah baru yang tidak sesuai dengan paham resmi yang dinamakan menurut pengaturnya Syekh Ahmad dari al-Ahsa (m. 1826), tarekat Syaikhiyah. Walaupun hanya sedikit saja yang diketahui dari sifat dan doktrin-doktrin yang sebenarnya dari aliran tersebut, ada titik persamaan antara "penyelewengan" mereka dan Sufi ortodoks pada waktu yang sama ialah doktrin suatu "alam perumpamaan" (alam al-mithal), suatu alam metafisik, dimana pembatasan-pembatasan kebendaan, badaniah dari barang-barang kasar digantikan dengan barang-barang halus atau dari langit. Doktrin utama Syaikhiyah adalah kebutuhan akan saluran hubungan yang hidup dengan "imam yang tersembunyi," dan merupakan akar yang menumbuhkankan pergerakan Babi dalam abad kesembilan belas.

Catatan kaki:

1 R.A. Nicholson. The Mayestic of Islam, hlm. 81.

2 Dikutip oleh Murray Titus; Indian Islam, hlm. 171.

3 Inilah murid-murid yang lahirnya berlagak segan pada agama, tetapi melakukan latihan agama tersendiri. Bandingkanlah al-Hujwiri, terjemahan A. Nicholson, hlm. 22-69.


Islam dalam Lintasan Sejarah
oleh Sir Hamilton Alexander Rosskeen Gibb
Penerbit Bhratara Karya Aksara - Jakarta 1983

BAB 10. ISLAM DALAM DUNIA MODERN

Bagi seorang peninjau, pada akhir abad kedelapan belas merupakan akhir perkembangan sejarah Islam. Berdasarkan ajaran keesaan Tuhan yang sederhana, cermat, dan keras, yang diberikan oleh Muhammad saw. pada masyarakat Arab yang kecil, Islam telah meluas hingga suatu kompleks dari mazhab dan aliran ilmu ketuhanan yang ditaruh atas bermacam-macam himpunan dengan upacaranya sendiri, cita-cita dan ibadat agama yang berbeda-beda. Apabila pendapat si peninjau tadi dicat dengan filsafat Eropa Barat pada waktu itu, boleh juga ia menganggap susunan keseluruhan tadi dijalin dengan takhayul dan ditakdirkan untuk dimusnahkan dalam waktu yang dekat oleh kekuatan, kemajuan, dan penerangan.

Tidak seorang pun peninjau di luar dapat menaksir kekuatan benang-benang yang tidak tampak, yang pada saat tantangan dapat mengumpulkan anggota berjenis-jenis kelompok menjadi satu masyarakat dengan satu tujuan, satu kemauan, ataupun daya hidup suatu cita yang besar --yang ditutupi dengan endapan beberapa abad-- apabila cita-cita tadi dihadapkan kepada tugas baru dan banyak bahaya. Sejarah Islam dan usaha untuk menyesuaikan diri dibawah dua dorongan yaitu tantangan dari dalam dan tekanan bahaya dari luar. Mula-mula secara perlahan-lahan dan tanpa kemunduran, dengan kepesatan yang bertambah, masyarakat Islam berkumpul menjadi satu dan mulai meninjau pertahanannya. Masyarakat Islam bangkit kembali dan waspada mencari rencana untuk bersatu maju ke hari depan masih tidak diketahui dan tidak diramalkan.

Pandangan sebagian besar muslimin dan hampir semua bangsa Barat bahwa tekanan-tekanan luar yang timbul dari perluasan politik dan ekonomi Eropa Barat terlihat sayup-sayup lebih besar daripada tantangan dari dalam. Tetapi yang akhir ini datang dahulu dan berasal dari pusat masyarakat Islam. Akibatnya lebih mendalam daripada akibat yang timbul dari hubungan dengan Barat.

Pangkal mulanya ialah Arabia Tengah. Lebih kurang dalam tahun 1744 seorang bernama Muhammad ibn Abd al-Wahab dengan sokongan keluarga kerajaan Su'ud, Emir setempat dari Dar'ijah mulai suatu pergerakan pembaharuan berdasarkan mazhab Hambali yang sederhana dan pelajaran anti Sufi dari ibn Taimijah dan penganutnya dalam abad keempat belas. Pergerakan Wahabi ini (sebagaimana pergerakan ini seterusnya terkenal) pertama-tama ditujukan menghadapi kemunduran tata sila dan kemerosotan agama dalam pedesaan dan pada suku-suku, mengutuk pemujaan orang suci dan bid'ah-bid'ah lain dari kaum Sufi sebagai penyelewengan dan kekufuran, dan akhirnya juga menyerang mazhab-mazhab lain karena komprominya dengan bid'ah-bid'ah yang dibenci itu. Dalam semangatnya untuk mengembalikan kesucian kesederhanaan iman, pangeran-pangeran Su'udi memerangi tetangganya, dan setelah menundukkan Arabia Tengah dan Arabia Timur, menyerang propinsi-propinsi Dinasti Osman di bagian utara dan syarif-syarif turun temurun dari Mekkah di Hijaz. Karbela di Irak telah dirampas habis-habisan dalam tahun 1082, Mekkah akhirnya ditundukkan, diduduki, dan "dibersihkan" dalam tahun 1806. Dengan kedua tantangan tadi terhadap kekuasaan Dinasti Osman dan terhadap adat istiadat Katholik dalam Islam orang-orang Wahhabi yang hingga kini merupakan aliran yang samar, telah menarik perhatian seluruh dunia Islam. Tantangan tersebut telah diterima atas nama sultan oleh Gubernur Mesir Muhammad Ali; pada tahun 1818 kekuasaan Wahhabi telah dipatahkan. Dar'ijah ditundukkan dan dibumihanguskan dan keluarga Su'udi yang pegang pemerintahan dikirimkan ke Istambul untuk dihukum mati.

Lenyapnya kekuasaan politik Wahabi di Arabia itu tidak berarti berakhirnya pergerakan Wahhabi. Bahkan di bidang politik kesan-kesannya telah berlaku cukup lama hingga tidak mudah dibinasakan. Di Nejd masih ketinggalan pemerintahan seorang Emir Su'udi. Meskipun ia untuk sementara waktu kurang berkuasa daripada keluarga Rasjidi di Hail, yang dulu pernah di bawah pengawasannya, pemerintah Emir Su'udi tersebut dapat membaharui kekuatannya dan menguasai kerajaan Arab dalam abad ini di bawah pimpinan Abd al-Aziz, pembina kerajaan baru Arabia Sa'udiya.

Lebih dalam pengaruhnya sebagai kekuatan agama dalam masyarakat Islam. Sifat tidak luwes dan ekses-ekses penganutnya yang terdahulu di Arabia dan penganutnya di India dan Afrika Barat pada permulaan abad kesembilan belas patut dikutuk oleh seluruh umat Islam. Pecahnya pergerakan Wahhabi hanya merupakan pernyataan yang ekstrim dari kecenderungan yang dapat dijumpai di beberapa bagian dunia Islam dalam abad kedelapan belas. Dengan lampaunya tahapan tidak luwes yang aktif, patokan-patokannya menguatkan pergerakan untuk kembali kepada paham eka Tuhan dari umat Islam yang mula-mula. Pergerakan tadi digabungkan dengan perlawanan terhadap perembesan Sufi bertambah besar dalam abad kesembilan belas, dan telah menyusun dalam bentuk berlainan sebagai salah satu sifat utama Islam modern.

Menarik perhatian ialah pemberontakan dimulai dalam propinsi yang paling asli Arab. Dalam garis besar kekuatan-kekuatan agama yang telah membentuk Sufi setelah al-Ghazali bukanlah orang Arab, melainkan orang Berber, Persia, Turki; walaupun dapat dikatakan tidak masuk akal untuk menghubungkan hal tersebut dengan penaklukan politik tanah-tanah Arab. Pemasukan mereka menyebabkan melemahnya keunggulan "cita-cita Arab" dalam Islam dan pengaruh alim ulama Arab yang dahulu sampai dengan al-Ghazali. Kebanyakan orang Persia dan Turki Mathnawi dari Jalal ad-Din ar-Rumi telah menggantikan Hadis Nabawi sebagai penjelasan dan tafsir ajaran agama dan kesusilaan Quran. Bahkan para alim ulama yang terkemuka dari abad kedelapan belas --sebagaimana telah kita maklumi-- telah menghubungkan warisan ajaran yang lebih tua dengan doktrin kebatinan Sufi yang datang kemudian.

Penghidupan kembali aliran Wahhabi adalah pernyataan baru yang pertama dari cita-cita Arab, dan kemudian disusul oleh pernyataan lain yang bebas asalnya. Pada akhir abad yang sama, seorang sarjana Yaman, Muhammad al-Murtada (m. 1790), telah diterbitkan pengesahan baru yang besar dari al-Ghazali. Percetakan Arab yang mulai dikerjakan di Mesir dalam tahun 1828 menghasilkan perbanyakan dan penyebaran buku-buku pelajaran baku tentang ilmu ketuhanan dari abad pertengahan dan menghidupkan kembali gengsi sarjana-sarjana Mesir dalam ilmu pengetahuan Arab. Sarjana-sarjana Eropa yang membahas ilmu pengetahuan ketimuran yang menerbitkan naskah-naskah tua dengan penyelidikannya membantu langsung dan menimbulkan pertentangan meneropongkan perhatian kepada abad-abad terdahulu. Usaha-usaha itu semuanya digabungkan untuk menekankan perbedaan antara Islam zaman dahulu dan hari kemudian, serta memburukkan kalangan cerdik pandai dan kaum sastrawan keturunan Persia dan Turki. Mereka menyiapkan jalan bagi kembalinya daya karsa dan pengaruh Arab dalam dunia Islam, yang muncul maju dengan pergerakan pembaharuan Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Abduh pada awal abad ini.

Masih jauh jalan yang harus ditempuh sebelum titik ini tercapai. Dorongan Sufi dari abad kedelapan belas belum habis kekuatannya. Khusus di Afrika Barat Laut, Sufi mendapat kejayaan yang segar, waktu seorang murid Berber dari tarekat Khalwatiyah, Ahmad al-Tijani mendirikan tarekat Tijaniyah dalam tahun 1781. Tarekat baru itu dengan pesat meluas ke jurusan Barat dan ke tanah Negro, dimana ia bertalian dengan pergerakan memperoleh penganut dengan cara fanatik dan berdarah, terutama atas kerugian tarekat Qadariyah yang suka damai. Di India, Asia Tengah, dan di kebanyakan negara Islam yang jauh letaknya timbullah penghidupan baru Sufi dalam abad kesembilan belas. Hanya di pusat tanah Arabia dan kota-kota, pergerakan Sufi terus menerus mundur.

Diantara para Sufi kebangkitan baru kaum ortodoks seakan-akan memberikan pengaruh yang bertambah. Kecuali tarekat-tarekat yang lebih ekstrim dan tarekat yang tidak teratur, upacara dan latihan-latihan yang berlebih-lebihan lambat laun ditinggalkan, serta sebagian besar dari ketuhanan kebatinan dan kecenderungan panteis. Alim ulama ortodoks langsung tetap memberikan tekanan dalam jurusan itu. Dengan mengundurkan diri dari hubungannya yang dahulu rapat dengan tarekat-tarekat mereka umumnya mengambil tempat di tengah-tengah: menolak serba asasi kaum Wahhabi dengan alirannya yang bersifat fanatik dan tidak luwes dan menolak tuntutan murid-murid Sufi. Dengan berpegang teguh pada doktrin Katholik tentang ijmak, mereka menyatakan (dan sebagian besar tetap menyatakan) bahwa walaupun pemujaan wali-wali bertentangan dengan Islam, menghormati orang suci dan doa dengan perantaraan mereka diperbolehkan hukum.

Sikap lunak dan sikap konservatif alim ulama tadi bukanlah sesuai dengan perasaan para pejuang pembaharuan; dan dalam tiap-tiap generasi membentuk lembaga-lembaga baru untuk mempropagandakan prinsip-prinsip mereka. Dalam bagian pertama abad kesembilan belas, perkembangan baru yang amat menarik perhatian ialah pembentukan jamaah utusan kaum pembaharuan atas dasar tegas ortodoks, tetapi disusun atas garis-garis tarekat-tarekat. Pergerakan ini diambil oleh keturunan Nabi saw. yaitu seorang Maroko bernama Sjarif Ahmad ibn Idris (m. 1837). Setelah diterima sebagai murid waktu masih muda, dalam salah satu cabang tarekat Syadhiliyah yang telah diperbaharui, Ahmad ibn Idris menetap di Mekkah; bakat kerohaniannya, kecerdasan, dan kepribadiannya yang luar biasa telah menarik kalangan penganut yang taat. Hingga sekarang masih merupakan suatu pertanyaan apakah ia langsung dipengaruhi oleh pemberontakan Wahhabi. Jelaslah ia seorang penganut Hambali yang menolak ijmak, di luar ijmak yang didirikan oleh generasi pertama dari sahabat Nabi saw. dan qiyas atau "kesejalanan" sebagai sumber hukum. Quran dan sunah yang dapat diterima sebagai sumber doktrin dan hukum. Disamping itu, ia mengajarkan sejumlah doa yang sesuai dengan dikir Sufi. Ia menolak doktrin Sufi persatuan dengan Tuhan, yang digantinya sebagai tujuan hidup mistik dengan persatuan "mistik" ialah persatuan dengan roh Nabi saw.

Tarekat Muhammadiyah dengan sekaligus memperoleh sukses yang gemilang. Disamping tarekat asli pembangun (Idrisiyah) di Arabia sendiri (tempat keturunannya memperoleh kuasa politik dalam propinsi Asir) sejumlah muridnya mendirikan himpunan-himpunan lain atas dasar yang sama atau sejenis. Diantaranya yang amat berpengaruh adalah tarekat yang didirikan oleh orang Aljazair Muhammad ibn Ali al-Sanusi (m. 1859) di Sirenaika dan seorang Hijaz bernama Muhammad Uthman al-Amir Ghani (m. 1853) di Afrika Timur.

Nabi yang berlainan dari dua cabang tarekat Muhammadiah memberikan gambaran peranan yang dimainkan oleh keadaan dan kesempatan dalam pembentukan perkembangan tarekat-tarekat tadi. Semua pergerakan pejuang pembaharuan yang sederhana --walaupun suka damai dalam dasarnya-- lazimnya mudah menggunakan jalan kekerasan. Dari permulaan mereka insaf akan perlawanan pembesar agama ortodoks dan tidak mau berkompromi baik dalam usaha pertahanan maupun dalam penyerangannya. Karena kekuatan lengan keduniawian telah dipalingkan kepadanya, maka perlawanannya yang dipaksakan dalam saluran politik bersifat pergerakan pemberontakan dan ditujukan untuk membangun suatu negara ketuhanan baru. Tidak boleh dilupakan bahwa salah satu akibat penitikberatan pada Quran dan sunah dalam keasasan Islam berarti memulihkan kembali pada jihad jalan Allah; banyak dari keulungannya yang menjadi anggapan masyarakat yang primitif, sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 4. Sedangkan dalam masyarakat yang berkembang sepanjang sejarah pengertian jihad lambat laun melemah, dan lama-kelamaan ditafsirkan secara baru dalam istilah kesusilaan Sufi.

Tarekat Amirghaniyah di Nubia dan Sudan yang bertengkar dengan tarekat yang lebih ekstrim revolusioner --yang didirikan oleh al-Mahdi Muhammad Ahmad (m. 1885)-- menjadi pembela dari umat dan penaklukan pada pembesar keduniawian. Pada lain pihak tarekat Sanusiyah dari Sirenaika yang menolak tuntutan Dinasti Osman menjadi pengawas daerah tersebut dan membentuk lembaga yang suka berjuang yang diperlukan bagi tugas mengislamkan dan mengawasi orang nomad di gurun pasir Libiya. Pada tahapan kemudian, waktu mereka menghadapi perluasan kekuasaan Kristen, orang Sunusiyah memainkan peranan sebagai pembela agama, mula-mula terha dap perembesan orang Perancis ke daerah khatulistiwa Afrika, kemudian sebagai sekutu Turki terhadap orang Itali di Libia dan orang Inggris di Mesir. Meskipun telah dibinasakan dalam bidang militer oleh pemerintah militer Fasis, tarekat Sanusiyah telah memperlihatkan daya hidupnya dengan segera munculnya kembali pada waktu orang Itali dienyahkan dari Sirenaika.

Lama sebelum himpunan-himpunan utusan pengislaman dalam gurun pasir yang jauh tadi melawan dengan caranya sendiri perembesan kekuasaan-kekuasaan Barat, bersentuhan politik dan ekonomi Kekristenan Barat telah mulai menimbulkan ketegangan baru diantara penduduk muslimin. Perluasan yang tidak kunjung henti dari kekuatan politik Eropa di daerah Islam pertama menerbitkan perasaan kecemasan kebatinan yang akibatnya dikuatkan masing-masing oleh kekacauan susunan sosial dan ekonomi mereka yang lama dan pemasukan pikiran Barat.

Saluran-saluran yang membawa cita-cita Barat tidak hanya saluran kesusasteraan dan pendidikan, akan tetapi hampir tidak ada batasnya dalam jenis dan seluk beluknya mengenai pemerintahan, politik, susunan militer, hukum dan kehakiman, perhubungan, kesehatan, perniagaan, industri, dan pertanian. Cepat atau lambat, kehidupan hampir semua lapisan penduduk akan merasakan pengaruh salah satu perkembangan tadi hingga batas tertentu. Sekolah-sekolah dan akademi-akademi Barat yang paling langsung membawa hasilnya pada lapisan-lapisan terpelajar, mungkin pengaruh terbesar dibawa oleh harian-harian dan majalah-majalah baru. Mula-mulanya dengan kecil-kecilan di pusat-pusat utama dalam pertengahan abad kesembilan belas, maka sekarang semua bagian dunia Islam memiliki sejumlah harian sendiri, dan persuratkabaran di Mesir khusus bersinar hingga jauh di luar perbatasannya sendiri.

Diharapkan dengan kekuatan pengaruh Barat yang menembus dan yang menyerap para muslimin merasa harus bertindak. Mereka belum siap menjalankan usaha untuk pengertian dan penyesuaian yang dibutuhkan untuk mempertalikan pengaruh Barat tadi pada dasar-dasar kehidupan dan alam pikirannya sendiri. Tanpa usaha tersebut hasilnya akan merupakan pertikaian dan kebingungan, kedua keluar dan kedalam, serta akan bertambah membingungkan lagi karena dalam kekuatan Barat sendiri masih terdapat cita-cita dan tujuan yang berlawanan. Untuk membedakan akibatnya, --yang tambahan dan dangkal dari yang inti, alat dari alasan yang palsu dari yang benar-- semua itu adalah tugas berat. Penasihat-penasihat Barat, apabila bantuannya diminta untuk menyelamatkan tugas tersebut acap kali terbukti kurang mahir dan merupakan penuntun yang tidak boleh dipercaya.

Pada bidang keagamaan ada dua jalan untuk melayani tantangan Barat yang muncul dengan sendirinya. Pertama, mulai dari pokok-pokok dasar Islam dan mengeluarkan pernyataan baru dalam suasana dan keadaan dewasa ini. Kedua, mulai dari suatu filsafat Barat yang terpilih dan mencoba meresapkan doktrin Islam dengan filsafat tadi. Kedua jalan telah ditempuh; dari beberapa tafsiran dan aliran yang saling berlawanan, kami akan membicarakan yang utama saja. Cara pertama janganlah dicampurbaurkan dengan pendirian alim ulama umumnya. Bagi alim ulama belumlah ada persoalan untuk pernyataan baru dalam arti apa pun. Ilmu kalam, syariat, dan amal umat ortodoks berdasarkan Quran dan sunah sebagaimana ditafsirkan oleh sarjana-sarjana abad pertengahan --yang sebagian besar disetujui oleh ijmak-- tetap mengikat dan tidak boleh diubah, meskipun tekanan keadaan yang tidak tertahankan, beberapa konsesi dalam soal amal dapat diberikan untuk sementara. Barang siapa yang ingin menyatakan baru doktrin Islam dapat melakukan demikian karena dua alasan berlainan. Pada pihak pertama, pernyataan baru dapat diberikan dengan tujuan menguatkan dunia Islam terhadap pelanggaran barat, atau pada pihak lain supaya menjadi garis tunggal, tempat setiap usaha penyesuaian dan peleburan harus dimulai. Tekanan pada pihak yang awal harus diberikan pada aspek-aspek lahir dari praktek dan organisasi Islam, pada pihak akhir patokan-patokan dasar pikiran Islam.

Dalam keadaan tersebut, sewajarnya bahwa jalan pertama harus mendahului jalan kedua. Dalam seluruh umat Islam penyerbuan Barat telah menimbulkan reaksi politik, misalnya yang memuncak hingga pemberontakan India dalam tahun 1857. Hal ini di luar tinjauan buku ini, kecuali sampai suatu batas dimana peristiwa menyangkut pendirian dan kedudukan agama yang tertentu. Bagi kalangan beragama; kelemahan dalam bidang politik Islam diterangkan sebagai akibat kehilangan kepercayaan dan kemerosotan ibadat. Oleh karena itu, pergerakan pembaharuan umum yang pertama dalam abad kesembilan belas memiliki dua sifat. Dalam segi agama, pergerakan menuntut pembersihan kepercayaan dari amal keagamaan, kenaikan tingkat kecerdasan, serta perluasan dan modernisasi pendidikan. Dalam segi politik, pergerakan bertujuan menghilangkan pelbagai sebab yang memecahbelah muslimin dan mempersatukan mereka untuk mempertahankan iman. Pemuka pergerakan tersebut ialah orang Afghan, Jamal al-Din (1839-1897), yang perjuangannya tidak kunjung padam telah mengobarkan perasaan Islam di dunia Timur Islam, dan yang telah menolong menimbulkan pemberontakan Arabi di Mesir dan revolusi Persia. Pembangun dan yang mengilhami pergerakan Pan Islam, yang telah berjuang untuk menyatukan semua bangsa muslimin di bawah Khalifah Dinasti Osman. Meskipun ia gagal dalam pergerakan tersebut --tujuannya yang utama-- pengaruhnya masih hidup terus dalam pergerakan-pergerakan populer yang baru-baru ini menggabungkan serba asasi Islam dengan program politik yang praktis dan realistis.

Diantara murid-murid Jamal al-Din terdapat seorang yang memiliki paham memisahkan pembaharuan politik daripada pembaharuan keagamaan dan pernyataan baru doktrin Islam. Orang itu ialah orang Mesir Syekh Muhammad Abduh (1849-1905), yang memiliki cita-cita luas, bebas, dan agung. Sebagai seorang guru muda di al-Azhar beliau telah mencoba memperkenalkan tanggapan pendidikan agama yang lebih luas dan lebih berfilsafat. Dalam pembuangan kemudian, ia bekerja sama dengan Jamal al-Din pada majalah al-Urwa al-Wuthga yang berhaluan setengah keagamaan dan setengah politik. Dalam tahun 1888, beliau kembali ke Mesir, dan di sana --walaupun menemukan perlawanan kuat alim ulama yang konservatif dan lawan-lawan politik-- dengan sifat budi pekertinya dan ajarannya telah mempengaruhi angkatan baru yang merasa dirinya renggang dari formalisme al-Azhar hingga batas tertentu.

Sebagaimana sarjana-sarjana besar dalam abad pertengahan Muhammad Abduh memaparkan pikirannya dalam bentuk tafsir Quran, meskipun beliau hidup tidak lama mengakhiri karyanya. Beliau merupakan tokoh modernis dalam pengertian bahwa beliau menganjurkan menuntut pikiran modern, dan yakin bahwa dalam tahapan akhir pikiran modern ini hanya dapat membenarkan kebenaran agama Islam. Berkenaan dengan susunan kepercayaan ahli sunah waljamaah beliau bukan seorang pembaharu. Beliau bukan sebagai al-Ghazali, seorang yang dapat menarik garis bagi suatu bingkai sintesis yang dapat menyatukan atau menerima sekumpulan cita-cita yang sampai suatu waktu ada di luar kepercayaan ortodoks. Bagi seorang peninjau dari luar kadang-kadang sukar untuk memahami mengapa ajarannya pada satu pihak dapat diterima dengan gembira dan berpengaruh besar, sedang pada pihak lain ajarannya tadi dilawan dengan mati-matian. Keterangannya ialah karena beliau dengan menyatakan hak menggunakan akal budi dalam pikiran agama, beliau telah memulihkan pengelukan sedikit pada suatu sistem yang telah menjadi kaku dan beku, serta memberikan kemungkinan untuk perumusan baru doktrin dalam istilah-istilah modern bagi pengganti istilah-istilah abad pertengahan.

Perumusan baru demikian tidak dapat dicapai dalam satu atau dua generasi. Tidak ada alasan untuk terperanjat bahwa hanya sedikit kemajuan keluar yang dicapai khusus, apabila ketegangan politik menimbulkan dan melangsungkan suatu iklim yang tidak menguntungkan bagi usaha-usaha seorang sarjana dan seorang ahli agama yang membutuhkan ketenangan. Hasil langsung dari usaha Muhammad Abduh mendapat pernyataan dalam dua kecenderungan yang berlainan dan saling berlawanan.

Pada suatu pihak, tumbuh dalam kalangan keduniawian "modernisme" yang tersebar, akan tetapi tidak dirumuskan, yang dengan berpegangan pada doktrin asasi Islam kuat dipengaruhi oleh cita-cita Barat. Dalam bentuknya yang termaju, maka modernisme dibaurkan dengan pergerakan keduniawian yang bertujuan memisahkan Gereja dari negara, dan menggantikan syariat dengan sistem hukum Barat. Penggunaan paling ekstrim dari patokan-patokan keduniawian itu telah dilakukan oleh Republik Turki sejak pembatalan Khilafah Dinasti Osman dalam tahun 1924. Meskipun pergerakan keduniawian tadi mempunyai penyokong di lain negara-negara Islam, jumlah terbanyak kaum modernis menunjukkan pendirian yang lebih lunak terhadap susunan agama dan adat kebiasaannya. Bagaimanapun pandangan mereka tentang hukum dan politik, kedudukan mereka tentang doktrin dapat diikhtisarkan sebagai penolakan umum kekuasaan yang paling utama dari alim ulama abad pertengahan, dan pernyataan yang lebih ragu-ragu tentang hak pertimbangan perseorangan.

Akibat kedua ialah pembentukan suatu partai agama yang dinamakan al-Salafiyah, penegak-penegak sunah yang telah dibuktikan oleh "leluhur yang agung", bapak-bapak umat Islam. Kaum Salafi menyetujui kaum modernis dalam penolakan kuasa mazhab-mazhab abad pertengahan serta menerima Quran dan sunah sebagai satu-satunya sumber kebenaran agama. Dalam hal ini, mereka berlawanan dengan alim ulama umumnya yang merupakan kaum reformis. Tetapi terhadap kaum modernis dengan bersemangat mereka menolak gangguan dari liberalisme dan rasionalisme Barat.

Pemimpin pergerakan Salafiyah itu seorang Siria, murid Muhammad Abduh, bernama Syekh Rasjid Rida (1865-1935), penerbit sebuah tafsir Quran dan majalah haluan reformis al-Manar, yang akhirnya penyebaran luas Maroko hingga pulau Jawa. Dibawah pengaruhnya pergerakan mula-mula menyatakan kembali ke program Pan Islam Jamal al-Din. Waktu pembesar-pembesar Turki meninggalkan sunah Islam, dengan tidak tedeng aling-aling Rasjid Rida mengutuk kebijaksanaan mereka. Sebagaimana juga halnya dengan kaum pembaharu sederhana yang lebih dahulu, ia terus menerus didorong mundur ke serba asasi. Lama kelamaan, ia mengakui dan menumbuhkan hubungan tujuan dan pikiran antara Salafiah dan kaum Wahhabi. Dalam kedudukannya doktrin yang terakhir orang Salafiah dengan menolak hasrat orang Wahhabi yang mengutamakan alirannya sendiri, menyatakan dirinya golongan "Hambali Baru" (Neo-Hambali), kaum konservatif yang menuntut pembukaan kembali "Pintu Ijtihad" (halaman 78) dan hak untuk mentafsirkan baru soal-soal ketuhanan dan hukum.

Mungkin pertalian kuat antara kaum Salafi dan kaum Wahhabi ialah permusuhan mereka terhadap Sufi dalam bentuk apapun juga, terhadap pemujaan wali-wali, bid'ah-bid'ah berdasarkan animisme yang menyeleweng dari paham keesaan Tuhan yang murni dari Quran. Sebagian karena pendirian itulah "modernisme al-Manar" telah menjadi suatu kekuatan seluruh negara Islam, dimana para pembaharu menghadapi perlawanan kepentingan yang telah bercokol dari pemujaan para wali dan tarekat-tarekat. Dengan meninggalkan pendirian di tengah jalan dari alim ulama resmi, modernisme al-Manar dengan melintangi perbatasan bangsa dan negara mendirikan persaudaraan baru golongan-golongan yang bersemangat telah berbulat tekad memerangi kemerosotan kedalam dan pemecahan keluar umat Islam. Meskipun tidak terbatas pada suatu lapisan kebudayaan golongan ekonomi atau sosial, pergerakan tadi hanya menarik sedikit penganut diantara para cerdik pandal, dan sebaliknya mencurigai mereka tentang kelalaian mereka yang tidak patut dalam soal iman dan ibadat.

Sejajar dengan pergerakan Salafiah tadi, atas dasar doktrin yang sedikit kurang nyata, perkembangan umat Islam dalam dasawarsa-dasawarsa terakhir yang paling menarik perhatian adalah munculnya perhimpunan-perhimpunan agama baru. Perhimpunan-perhimpunan itu seakan-akan merupakan pernyataan baru dari pikiran Islam dan pernyataan baru dari nurani Islam menghadapi gangguan Barat, yang disesuaikan dengan berjenis-jenis lingkungan sosial dan pendidikan. Misalnya, di Mesir dan di negeri-negeri Arab, Persatuan Pemuda Islam melayani jenis golongan yang sama, dan dengan cara-cara sama sebagai Y.M.C.A. (Persatuan Pemuda Pria Kristen), sedang Persaudaraan Muslimin bekerja pada tingkat yang lebih populer. Di Pakistan dan Indonesia, terdapat juga persatuan-persatuan yang sama, tetapi bebas dan merdeka.

Pertama-tama, bertujuan untuk menghidupkan kembali dan memberikan semangat baru pada kepercayaan agama dan ibadat yang mungkin akan tergenang dalam pasang surutnya penghidupan modern, himpunan-himpunan baru tersebut condong memilih, hampir karena keharusan pendirian politik buat mempertahankan warisan Islam. Oleh karena itu, mereka merupakan bagian diantara penduduk kota dari negara-negara yang teratur, penyelarasan abad kedua puluh dari pergerakan-pergerakan abad kesembilan belas diantara suku-suku; pada waktu yang sama menggantikan tarekat Sufi yang lama, dan pengaruhnya dalam kota-kota berkurang dengan pecahnya serikat pertukangan. Dengan memeluk segala tahapan doktrin dari serba azasi hingga keortodoksan liberal, mereka menemukan suatu titik persamaan untuk mengumpulkan tenaga dalam penghormatan terhadap diri Nabi saw., yang boleh dikatakan memberi dorongan gerakan hati dan akhlak dalam Islam modern.

Tipe kedua dari reaksi terhadap pertemuan dengan Barat telah dinyatakan khusus di India. Di belakangnya terletak pengaruh pergerakan pembaharuan ortodoks yang telah memelopori jalan dengan memusnahkan kekuasaan mazhab-mazhab abad pertengahan. Pergerakan itu mulai dalam dasawarsa-dasawarsa yang pertama dari abad kesembilan belas dengan mengajarkan kesederhanaaan ajaran Wahhabi dan pemberontakan menentang pemujaan wali-wali oleh pemimpin-pemimpin sebagai Syariat Allah dan Sayid Ahmad dari Rai Bareli (terbunuh dalam pertempuran melawan orang Sikh tahun 1831), kemudian banyak memperoleh penganut diantara muslimin India. Pelbagai perhimpunan dengan terang-terangan telah memperjuangkan patokan-patokannya, khusus aliran Fara'idi di Bengal yang amat fanatik (yang juga disebut Salafia), dan jamaah-jamaah yang tidak ternilai banyaknya yang menamakan dirinya Ahli-i-Hadith, "Penganut-penganut Sunah Nabi saw" yang memeliharakan mesjid dan madrasahnya sendiri-sendiri. Dalam masyarakat yang lebih besar, perjuangan mereka untuk membersihkan doktrin dan amal telah disambut dengan baik.

Dengan jalan tersebut, maka pintu telah terbuka untuk usaha-usaha perseorangan yang lebih berpribadi untuk merumuskan doktrin Islam dalam istilah yang modern. Usaha pertama telah dilakukan oleh Sir Sayid Ahmad Chan (1818-1898). Seperti Syekh Muhammad Abduh, bahwa Islam dan ilmu pengetahuan tidak mungkin terus menerus saling berlawanan, beliau telah maju lagi selangkah dengan menyatakan bahwa pembenaran yang nyata dari Islam adalah persesuaiannya dengan alam semesta dan hukum-hukum ilmu pengetahuan, dan tidak sesuatu pun melawan dasar ini dapat dipandang Islam asli dan sah. Untuk menggiatkan dan mengembangkan garis pikiran ini, beliau mendirikan sebuah perguruan tinggi di Aligarh tahun 1875, dimana pendidikan agama harus digabungkan dengan pelajaran ilmu hukum modern. Dengan demikian, beliau telah membina organisasi modernis pertama. Perguruan tinggi baru tadi dan pendirinya menjadi sasaran penyerangan hebat, tidak hanya dari pihak alim ulama ortodoks, akan tetapi dari Jamal al-Din al-Afghani yang menyerang dengan sengitnya filsafat necari sebagai materialisme murni dan pengkhianatan terhadap iman. Meskipun demikian, pergerakan Aligarh berkembang; walaupun perguruan tingginya sendiri (dalam tahun 1920 menjadi Universitas Islam Aligarh) lambat laun meninggalkan kedudukan itikadnya yang asli.

Ilmu ketuhanan liberal yang menyusul usaha Sir Sayid Ahmad Chan mendekati Islam dengan jalan rasionalisme, mendatangkan penilaian baru tentang kesusilaan sosial yang telah menjadi adat umat Islam. Kemungkinan yang akhir ini merupakan salah satu daya tarik terbesar bagi golongan cendekiawan yang bertambah besar dengan tegas melihat keburukan sosial, yang terikat dengan keadaan sebagai perhambaan, poligami, dan perceraian yang tidak teratur. Dalam hal itu, pengaruh perguruan tinggi jauh melintasi perbatasan Islam India dengan pernyataannya yang baru tentang amal Islam dan doktrin sosial, sebagian dalam bentuk pembelaan dan sebagian reformis.

Diantara pelbagai penulis India yang mempopulerkan ilmu ketuhanan liberal dan peradaban baru tokoh yang terkemuka adalah Sayid Amir Ali, seorang Syi'ah dan seorang ahli hukum ternama, Bukunya The Spirit of Islam (Roh Islam) untuk pertama kali diterbitkan dalam tahun 1841 telah menyumbangkan kepada kesadaran politik --yang bangkit diantara kaum muslimin -- dasar penghargaan diri yang masuk akal dalam menghadapi dunia Barat. Demikian cepat gagasannya cocok dengan keadaan hati kawan seangkatannya hingga hanya sedikit saja diantara para terpelajar muslimin memperhatikan bahwa Amir Ali telah merumuskan doktrin Islam dalam istilah pikiran Barat, sebagaimana telah dilakukan sebelumnya oleh kaum nechari. Bukanlah tempatnya di sini untuk menyelidiki kedudukan-kedudukannya secara terperinci, tetapi tiga diantaranya harus dibentangkan karena telah menjadi unsur pokok pikiran Islam yang modern.

Pertama, pemusatan yang telah kita lihat dalam pergerakan-pergerakan modern yang lain atas diri Muhammad saw. judul asli Roh Islam (The Spirit of Islam) adalah "Riwayat hidup dan ajaran Muhammad saw." (The Life and Teachings of Muhammad) cukup untuk menunjukkan tempat pusat gagasan tersebut dalam penjelasannya. Berlawanan dengan doktrin Sufi tentang Muhammad saw. penjelasannya tidak memuat sindiran sedikit pun tentang kekeramatan; Muhammad saw. digambarkan sebagai penjelmaan dan contoh kebajikan manusia dalam penjelmaannya yang paling agung. Amir Ali sendiri membawa liberalismenya hingga titik pandang Quran sebagai karya Muhammad saw. Dalam hal itu, ia tidak diikuti oleh kaum modernis umumnya yang tetap mempertahankan doktrin ortodoks bahwa Quran sekata demi sekata adalah kalam Allah asli.

Kedua, ajaran Muhammad saw. dihidangkan dalam istilah cita-cita sosial zaman sekarang. Empat kewajiban (salat, puasa, zakat, haji) dianjurkan --tidak seakan-akan dibela-- atas dasar yang masuk akal berhubungan dengan faedah sosial dan badaniah. Adanya perhambaan, poligami, talak, dan lain-lain kelemahan moral dan sosial dalam masyarakat Islam diakui, akan tetapi diterangkan sebagai berlawanan dengan ajaran Quran yang benar dan tanggung jawab bagi aturan-aturan tadi diletakkan di pundak ulama-ulama dan ahli fiqih yang kemudian. Perhambaan adalah bertentangan dengan ajaran Quran tentang persamaan segala Bani Adam; poligami terlarang dengan syarat-syaratnya dalam Quran; perceraian harus seluruhnya ditolak dengan semangat ajaran dan contoh Muhammad saw. Dalam tahun-tahun belakangan ini, banyak negara-negara Islam telah mengadakan perundang-undangan sipil untuk menyempitkan hukum perkawinan dan perceraian, sebagaimana juga dalam bidang lain dari syariat yang dijalankan dalam mahkamah Islam, walaupun hanya negara Turki yang menggantikan hukum agama ini dengan perundang-undangan Barat murni. Perhambaan telah dibatalkan dengan undang-undang di seluruh negara Islam kecuali Arabia, dalam pertengahan kedua abad kesembilan belas.

Ketiga, tekanan yang jatuh atas Islam, sebagai kekuatan peradaban yang progressif, kejayaan Baghdad dan Kordoba, keuntungan pelajaran dan ilmu pengetahuan, kelelaan keagamaan dan penerimaan filsafat Yunani, pembinaan rumah sakit-rumah sakit, dan wakaf-wakaf perguruan, semua itu dibandingkan dengan keadaan di Eropa waktu abad pertengahan. Bahkan muslimin terpelajar yakin bahwa kebangkitan baru dalam ilmu pengetahuan dan Renaissance di Eropa telah terjadi berkat dorongan dari kebudayaan Islam, dan karena penggunaan kepandaian kecerdasan dan teknik Islam oleh sarjana dan para tukang Eropa.

Disamping pemakaian guna pembelaan dan perlawanan alasan tadi menyangga pula dua kedudukan modernis. Sudah digunakan oleh Syekh Muhammad Abduh bahwa Islam apabila diterima dan dijalankan dengan benar, menolak tiap-tiap bentuk campuran agama dan mengharuskan penganutnya untuk menuntut segala bidang pelajaran dan ilmu pengetahuan dengan kegiatan sebesar mungkin. Inilah tangkisan terhadap kemunduran pelajaran keduniawian dalam abad pertengahan dan pemusatan pelajaran ilmu ketuhanan dan kesusasteraan di madrasah-madrasah. Pengesahan bagi doktrin tersebut didapati dalam dalil-dalil Quran yang berjumlah besar terutama tujuan dan desakan untuk mempelajari ayat Quran Allah dalam alam semesta dan dalam beberapa ucapan-ucapan terkenal yang berasal dari Nabi Muhammad saw., misalnya; "Carilah pengetahuan bahkan hingga di Tiongkok!" dan "Tinta sarjana adalah lebih suci daripada darah seorang syahid."

Kedudukan lain ialah para muslimin dalam mengambil alih pelajaran dan ilmu pengetahuan Barat modern hanya melanjutkan warisan peradabannya sendiri. Alasan ini paling meyakinkan diajukan oleh Sir Muhammad Iqbal (1876-1938), tokoh perumusan hari modern doktrin Islam. Lain dari kaum modern yang terdahulu, maka dasar-dasar Islam ilmu ketuhanan Iqbal diambil dari filsafat Sufi yang ditafsirkannya dalam istilah-istilah superman Nietzhe dan teori Bergson tentang evolusi kreatif. Filsafat aktivitasnya sendiri yang dinyatakannya dalam serangkaian syair Persia dan Urdu menarik perhatian besar dari angkatan muda muslimin India dan menyumbang timbulnya Pakistan sebagai suatu negara Islam merdeka dalam tahun 1947. Ajarannya diberi bentuk sistem dalam serangkaian kuliah dalam bahasa Inggris dalam tahun 1928 di bawah judul Pengubahan Baru Pikiran Agama dalam Islam (The Reconstruction of Religious Thought in Islam) akan tetapi hingga sekarang masih diragu-ragukan sampai mana ia menemukan penganut di luar Pakistan dan India.

Suatu kemajuan lain dalam masyarakat Islam selama abad kesembilan belas harus dicatat. Kemajuan itu ialah kedatangan kembali aliran kecondongan untuk membentuk aliran-aliran sinkretis baru; dalam abad-abad terdahulu telah menjelma dalam munculnya kaum Nusairi, kaum Druz, Jazadi, sejumlah aliran Syi'ah, dan akhir-akhir ini pergerakan Bektasyi dan Sikh. Oleh karena itu, tidak ada alasan mencari-cari pengaruh Barat guna menerangkan kemunculannya. Aliran baru yang pertama terbit dari ajaran filsafat Syekh dalam Syiah Persia dan dipimpin oleh Sayid Ali Muhammad dari Syiraz. Ia menamakan dirinya dengan lambang tua. Bab pintu gerbang, tempat kebenaran Ilahi telah disiarkan. Ia mengajarkan suatu campuran doktrin agama yang liberal dengan unsur-unsur kebatinan, dan setelah penganut-penganutnya memberontak, dihukum mati dalam tahun 1850.

Aliran Babi pecah menjadi dua setelah ia wafat. Sebagian besar menganut muridnya Baha'ullah (1817-1892), yang mengembangkan doktrin asli menjadi suatu agama universal perdamaian dan kemanusiaan yang dinamakan aliran Baha. Agama baru tadi yang sekarang di luar batas Islam telah mendapat dukungan di Persia dan Amerika Serikat; markas besarnya ialah di Haifah, Palestina.

Pergerakan sinkretis lain yang penting terbit di India sebagai reaksi terhadap pergerakan Aligarh. Pemimpinnya Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian (m. 1908), menuntut menjadi pembawa wahyu untuk mentafsirkan Islam bagi keperluan zaman baru. Selain itu ajarannya tentang perdamaian, itikadnya hanya berbeda sedikit dari doktrin pembaharu ortodoks yang lunak, yang menolak pemujaan wali-wali. Mirza Ghulam Ahmad beserta organisasinya menjadi kuat dengan pesat diserang oleh kaum ortodoks, terutama karena tuduhan mementingkan diri sendiri dan dicap sebagai penyeleweng.

Setelah meninggalnya Khalifah atau penggantinya yang pertama dalam tahun 1914 Ahmadijah terpecah menjadi dua. Cabang asli atau cabang Qadiani tetap mempertahankan tuntutan pendirinya ialah seorang nabi dan tetap mengakui seorang khalifah; yang memisahkan diri atau partai Lahore menolak kedua tuntutan itu dan membentuk suatu lembaga untuk mempropagandakan Islam di bawah seorang kepala baru. Cabang Lahore akhirnya berusaha untuk didamaikan lagi dengan ahli sunah waljamaah, meskipun para alim ulama masih memandangnya dengan kecurigaan.

Kedua cabang menarik perhatian dengan kegiatannya dalam penyiaran Islam, tidak hanya di India, akan tetapi juga di Inggris dan Amerika. Khusus partai Qadiani ialah lawan yang giat bagi penyiaran agama Kristen di Indonesia, Afrika Selatan, Timur, dan Barat. Jumlah penganutnya tidak dapat ditaksir dengan kepastian, akan tetapi di India sendiri jumlahnya sedikit tidak berarti apabila dibandingkan dengan banyaknya umat Islam di sana.

Pembahasan tentang perkembangan Islam --meskipun pendek-- di hari belakangan ini telah dapat menunjukkan kekuatan-kekuatan yang telah memberikan bentuk pada pendirian agama para muslimin dalam waktu lampau tidak kehilangan tenaga sedikit pun. Sebagaimana juga dalam masyarakat keagamaan bersejarah yang lain-lain dua kecondongan yang saling berlawanan, akan tetapi saling melengkapi, senantiasa bekerja. Reaksi para kesederhanaan merupakan usaha untuk mempertahankan warisan dan sunah jamaah serta masyarakat Madinah, begitu pula perjuangan yang tidak ada hentinya terhadap "bid'ah-bid'ah" yang membahayakan kemurnian doktrin dan amal primitif. Kecenderungan cara Katholik menerima berjenis-jenis pendapat dan adat kebiasaan dalam soal yang kurang penting dan terang-terangan menerima keharusan tafsiran baru untuk menghadapi kebutuhan baru dan yang dirasakan perlu.

Beberapa kali pemimpin agama Islam, waktu dihadapkan dengan tuntutan mendesak akan cara-cara berfikir baru, telah berusaha memberikan keterangan baru dalam istilahnya patokan-patokan abadi dari tafsiran Quran tentang alam semesta. Dengan tidak dilebih-lebihkan kami boleh menyebutkan paham Stoa Islam, paham Aristoteles Islam, Panteisme Islam semuanya didalam empat penjuru masyarakat ortodoks. Reaksi paham kesederhanaan dan kemurnian tidak pernah dapat membalikkan kecenderungan ini dan memulihkan perumusan dan penyerapan primitif. Reaksi tersebut mungkin dan dapat merusakkan kompromi semangat Katholik, apabila kompromi tadi dirasakan jauh hingga tidak sesuai dengan pengalaman agama Islam yang asasi. Dari sejarahnya yang lama dalam Islam sendiri, Islam telah memperoleh baik kemampuan menyesuaikan diri maupun keuletan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan pikiran filsafat modern, walaupun kata-kata jawabannya masih harus dirumuskan.

Bahaya yang mengelilingi Islam sebagai agama sekarang barangkali lebih besar daripada bahaya yang dihadapi di masa lampau. Paling nyata ialah bahaya yang datang dari kekuatan-kekuatan yang telah meruntuhkan dan mengancam untuk meruntuhkan semua agama ketuhanan. Dorongan dari luar, dari keduniawian, dalam bentuk pembujukan nasionalisme maupun dalam doktrin materialisme ilmiah dan tafsiran ekonomi sejarah telah meninggalkan bekas-bekas pada beberapa bagian masyarakat Islam. Betapa pun pengaruhnya berakal busuk, mungkin lama kelamaan kurang berbahaya daripada berkurangnya kewaspadaan suara hati keagamaan dan kelemahan sunah Katholik Islam.

Kedua-duanya condong dipercepat oleh pemecahan gabungan antara tarekat-tarekat agama, lapisan pertengahan, dan lapisan atas masyarakat Islam. Tempat mereka tidak dapat diisi oleh para alim ulama dan susunan resmi karena alim ulama tidak pernah berusaha atau menunaikan pimpinan dan bimbingan kerohanian para mukminin perseorangan yang menjadi sebagian tugas kependetaan Kristen. Setelah suatu sela yang agak lama, lembaga-lembaga baru telah mulai melengkapi kebutuhan yang dahulu dicukupi oleh tarekat-tarekat Sufi, akan tetapi dalam bidang terbatas sekali dan dengan perbedaan tekanan. Usaha yang teratur diperlukan untuk menghadapi kedua tantangan dari dunia luar dan kerusakan keduniawian di dalam. Kelemahan golongan-golongan yang teratur ialah kecenderungannya untuk menitikberatkan persatuannya lebih dari keoknuman dan menilai persatuan sosial lebih tinggi daripada kebaktian perseorangan. Dengan mengadakan persatuan lahir mereka mungkin tidak hanya gagal untuk membangkitkan kembali ketegangan kerohanian yang melembek, akan tetapi mungkin menggantikannya dengan persamaan emosi dengan golongan tersebut. Oleh karena itu, lembaga-lembaga baru condong menjadi klik-klik. Sejauh simpati mereka, "modernis" atau barang siapa yang juga memiliki penyerapan mereka terbatas pada "fundamentalis", "aktivis" atau "pasifis" sebagaimana halnya terjadi, mereka makin melemahkan perasaan dan tujuan moral masyarakat dalam dunia Islam umumnya.

Akibat-akibat keadaan tadi mengenai umat sebagai kesatuan para alim ulama diletakkan tanggung jawab istimewa. Tugas bersejarah mereka ialah untuk mengimbangkan antara dua barang ekstrim, untuk mempertahankan keseimbangan dan sifat Katholik "Gereja" Islam, mengatur dan mewakili suara hati agama umat umumnya. Ketidaksabaran golongan yang berlagak pembaharu dengan "obskurantisme" (perbauran) daripada alim ulama mudah dipahami; sunah merupakan beban berat baginya, sebagaimana juga bagi segala pembela yang yakin dari lembaga-lembaga yang akar-akarnya telah mendalam sejak beberapa abad dan bersembunyi di bawah permukaan kehidupan. Sukar untuk mungkir bahwa jumlah terbanyak para alim ulama memiliki kesempitan pandangan, suatu ketidakmampuan bahkan keseganan untuk menginsyafi tuntutan-tuntutan penghidupan baru di sekitar mereka dan menghadapi soal-soal penting yang sedang menentang umat Islam.

Meskipun dengan segala kesalahan yang dituduhkan kepada mereka dengan kurang atau lebih kebenaran, mereka sebagai suatu badan tidak pernah gagal melayani kepentingan agama yang utama dari umat Islam. Dengan ketekunan mereka yang diilhami oleh keyakinan mereka dan dikuatkan oleh perasaan persatuan mereka yang teguh, ketiadaan suatu susunan martabat memberikan cukup gaya pegas untuk mencegah ketekunan tadi berubah menjadi penghalang biasa. Apabila mereka lambat mengikuti cara-cara yang berubah dalam pikiran dan mencari kepentingan langsung dari lapisan-lapisan yang berkuasa karena perjuangannya yang lama terhadap gubernur-gubernur keduniawian dan filsafat keduniawian --mereka telah banyak berusaha bagi pembelaan kebebasan agama dan perseorangan.

Perluasan modern negara telah mengurangi, khusus dalam bidang pendidikan lapangan kegiatan-kegiatan yang dahulu diawasi oleh para alim ulama, hanya di Turkilah pertikaian didorong hingga tahapan yang ekstrim. Dalam suatu hal, alim ulama tidak mau berkompromi. Islam, sebagai suatu jalan hidup tegak atau jatuh dengan kekuasaan syariat. Semua percobaan untuk menurunkan syariat dari takhtanya untuk melemahkan kuasanya, untuk mengundurkan Islam sehingga satu badan kepercayaan swasta, tanpa hasil praktis dalam hubungan sosial, selalu telah menimbulkan dan selalu akan menimbulkan perlawanan terbuka dari pihak mereka.

Disitulah letaknya titik krisis. Bagi kaum pembaharu yang bersemangat, kelambatan proses persesuaian yang diperlukan untuk menyelamatkan persatuan masyarakat tidak dapat dibiarkan begitu saja, dan mereka dengan tidak sabar mengharapkan negara mempercepat proses tersebut. Akibat usaha demikian akan melemparkan para alim ulama sebagai suatu badan kedalam ketiadaan dan "fundamentalisme," dan hasilnya terakhir ialah pemecahan. Kami patut menghormati para pelopor yang telah merintis jalan-jalan baru jauh di depan badan utama; tetapi yang menciptakan dan memelihara peradaban adalah mereka yang kemudian menyusul untuk membangun perdamaian, ketertiban, dan keadilan, serta yang memperkaya semangat manusia dengan mempersatukan kegiatan dan sumber-sumber dunia baru dengan harta yang hidup dari dunia yang lama. Kecuali jika para alim ulama tetap setia pada jabatannya memelihara keseimbangan dan dapat memuaskan hati nurani akhlak kaum muslimin yang paling terpelajar. Pada waktu yang sama --sepanjang semua perubahan-perubahan yang perlu-- dapat menyelamatkan intisari kepercayaan dan kesusilaan Islam, mereka tidak akan dapat menyelamatkan warisan agama Islam daripada unggisan asam-asam yang merusakkan zaman kita.


Tidak ada komentar: